Selasa, 26 Mei 2009

PENDEKATAN-PENDEKATAN PEMBELAJARAN

PENDEKATAN-PENDEKATAN PEMBELAJARAN

 

A.     PENGERTIAN

Pendekatan berbeda dengan metode dalam proses pembelajaran. Pendekatan (approach) lebih menekankan pada strategi dalam perencanaan, sedangkan metode (method) lebih menekankan pada teknik pelaksanaannya (Rustaman, dkk : 2003). Pendekatan bersifat aksiomatis yang menyatakan pendirian, filosofis dan keyakinan yang berkaitan dengan asumsi. Sedangkan metode lebih bersifat procedural atau proses yang teratu. Metode dapat juga dikatakan sebagai jabaran dari pendekatan (Nurgiyanto, 1985; Susilo, 1997).

 

B.     BEBERAPA PENDEKATAN PEMBELAJARAN

  1. Pendekatan Konsep

Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.

Ciri-ciri suatu konsep adalah:

a.       Konsep memiliki gejala-gejala tertentu

b.      Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung

c.       Konsep berbeda dalam isi dan luasnya

d.      Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalarnan

e.       Konsep yang benar membentuk pengertian

f.        Setiap konsep berbeda dengan melihat ‘ciri-ciri tertentu

Kondisi-kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan konsep adalah:

a.       Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai denaan unsur lingkungan.

b.      Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah dimengerti.

c.       Memperkenalkan konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai konsep yang komplek.

d.      Penjelasan perlahan-lahan dari yang konkret sampai ke yang abstrak.

Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu,

a.       Tahap enaktik

Tahap enaktik dimulai dari:

-         Pengenalan benda konkret.

-         Menghubungkan dengan pengalaman lama atau berupa pengalaman baru.

-         Pengamatan, penafsiran tentang benda baru

b.      Tahap simbolik

Tahap simbolik siperkenalkan dengan:

-         Simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf. kode, seperti (?=,/) dll.

-         Membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk menangkap apakah siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya.

-         Memberi nama, dan istilah serta defenisi.

c.       Tahap ikonik

Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti:

-         Menyebut nama, istilah, defmisi, apakah siswa sudah mampu mengatakannya

 

  1. Pendekatan Proses

Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan hasil. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses. Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam pendekatan proses peserta didik juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan  dan bahkan melakukan percobaan. Evaluasi pembelajaran yang dinilai adalah proses yang mencakup kebenaran cara kerja, ketelitian, keakuratan, keuletan dalam bekerrja dan sebagainya.

 

  1. Pendekatan Terpadu

Integrated atau terpadu bisa mengacu pada integrated curricula (kurikulum terpadu) atau integrated approach (pendekatan terpadu) atau integrated learning (pembelajaran).  Pada pelaksanaannya istilah kurikulum terpadu atau pembelajaran terpadu atau pendekatan terpadu dapat dipertukarkan, seperti dikatakan oleh pakar pendidikan dan guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd.(Pikiran Rakyat, 11 April 2003) “kurikulum terpadu adalah suatu pendekatan untuk mengorganisasikan kurikulum dengan cara menghapus garis batas mata pelajaran yang terpisah-pisah, sedangkan pembelajaran terpadu merupakan metode pengorganisasian pembelajaran yang menggunakan beberapa bidang mata pelajaran yang sesuai. Istilah kurikulum terpadu dengan pembelajaran terpadu dalam penggunaannya dapat saling dipertukarkan.

 

Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan.
Pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu:

-         berpusat pada anak (student centered),

-         proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung,

-         pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas.

-         menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran.

Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan (Depdikbud, 1996) sebagai berikut:

1.         Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.

2.         Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak

3.         Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama.

4.         Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.

5.         Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai dengan lingkungan anak.

6.         Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah : kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.


Salah satu keterbatasan yang menonjol dari pembelajaran terpadu adalah pada faktor evaluasi.
Pembelajaran terpadu menuntut diadakannya evaluasi tidak hanya pada produk, tetapi juga pada proses. Evaluasi pembelajaran terpadu tidak hanya berorientasi pada dampak instruksional dari proses pembelajaran, tetapi juga pada proses dampak pengiring dari proses pembelajaran tersebut. Dengan demikian pembelajaran terpadu menuntut adanya teknik evaluasi yang banyak ragamnya.

 

  1. Pendekatan CBSA

Konsep CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL). Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehmgga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip.

Ada beberapa pendekatan atau metode yang berorientasi pada pendekatan CBSA, diantaranya adalah pendekatan problem solving dan penkatan inkuiri.

 

  1. Pendekatan Science, Technology and Society (STS)

Pendekatan Science, Technology and Society (STS) atau pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) merupakan  gabungan antara pendekatan konsep, keterampilan proses,CBSA, Inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan. (Susilo, 1999). Istilah Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam bahasa Inggris disebut Sains Technology Society (STS), Science Technology Society and Environtment (STSE) atau Sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat. Meskipun istilahnya banyak namun sebenarnya intinya sama yaitu Environtment, yang dalam berbagai kegiatan perlu ditonjolkan. Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan dari pendekatan STM ini adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu  mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah  diambilnya.

Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme, yaitu peserta didik menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa yang telah mereka ketahui.

 

Menurut Yager, secara umum pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memiliki karakteristik sebagai berikut:

1.      Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak.

2.      Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.

3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.

4.      Penekanan pada ketrampilan proses.

5.      Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi.

6.      Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak pada masyarakat di masa depan.

7.      Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM dilandasi oleh dua hal penting, yaitu: (1) adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat yang dalam pembelajarannya menganut pandangan konstruktivisme, yang menekankan bahwa si pembelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan; (2) dalam pembelajaran terkandung lima ranah, yaitu pengetahuan, sikap, proses, kreativitas, dan aplikasi.

Ada 6 ranah yang dikembangkan dalam pendekatan STM, yakni (1) konsep, (2) proses, (3) kreativitas, (4) sikap dan nilai, (5) penerapan, dan (6) keterkaitan.

 

  1. Pendekatan Konstrukstivitik

Unsur terpenting dalam konstruktivistik adalah kebebasan dan keberagaman. Kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukan oleh sibelajar. Keberagaman yang dimaksud adalah si belajar menyadari bahwa individunya berbeda dengan orang/kelompok lain, dan orang/kelompok lain berbeda dengan individunya.

Sebagian penulis menyebut konstruktivistik sebagai filosofi (suparno, 1997), landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL (Nurhadi, 2002:). Sebagian penulis lainnya mengemukakan konstruktivistime merupakan suatu pandangan (perpective) belajar mengajar, dimana peserta didik membangun pengetahuan dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Ada pula yang menyatakan bahwa konstruktivistime sebagai pendekatan. Nur (2001) mengemukakan bahwa problem based learning sejalan dengan pengajaran top down yang lebih ditakankan pada pendekatan konstruktivistime.

Hal terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:

(1)      mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan,

(2)      mengutamakan proses,

(3)      menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social,

(4)      pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.)

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut:

Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview.

Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.

Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas.

Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.

Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. (c) membangun ulang kerangka konseptual.

Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah.

Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 komentar:

  1. thank telah menampilkan pendekatan2 pembelajaran
    tolong dong tampilkan teori2 belajar

    BalasHapus